Rabu, 22 September 2021

RANGKUMAN MATERI PEMBELAJARAN BERDIFERENSIASI



Tomlinson (2001) dalam bukunya yang berjudul How to Differentiate Instruction in Mixed Ability Classroom menyampaikan bahwa kita dapat mengkategorikan kebutuhan belajar murid, paling tidak berdasarkan 3 aspek. 

Ketiga aspek tersebut adalah:

  1. Kesiapan belajar (readiness) murid
  2. Minat murid
  3. Profil belajar murid

Ada 3 jenis diferensiasi pada pembelajaran. ketiganya dapat dilakukan semua atau mungkin hanya muncul satu atau dua sesuai kebutuhan yang sudah dianalisis dengan ketiga aspek yang sudah dijelaskan sebelumnya. ketiga diferensiasi ini adalah 

1. Diferensiasi konten (materi)

2. Diferensiasi Proses

3. Diferensiasi produk (tugas)

Sebagai guru, kita semua tentu tahu bahwa murid akan menunjukkan kinerja yang lebih baik jika tugas-tugas yang diberikan sesuai dengan keterampilan dan pemahaman yang mereka miliki sebelumnya (kesiapan belajar). Lalu jika tugas-tugas tersebut memicu keingintahuan atau hasrat dalam diri seorang murid (minat), dan jika tugas itu memberikan kesempatan bagi mereka untuk bekerja dengan cara yang mereka sukai (profil belajar).

Tombol-tombol dalam equalizer tersebut mewakili beberapa perspektif kontinum yang dapat digunakan untuk menentukan tingkat kesiapan murid. Dalam modul ini, kita akan mencoba membahas 6 dari beberapa contoh perspektif kontinum tersebut, dengan mengadaptasi alat yang disebut Equalizer yang diperkenalkan oleh Tomlinson (Tomlinson, 2001).

  1. Bersifat mendasar - Bersifat transformatif
    Saat sebagian murid dihadapkan pada sebuah ide yang baru, atau jika ide itu bukan di salah satu bidang yang dikuasai oleh murid, mereka sering membutuhkan informasi pendukung yang lebih jelas, sederhana, dan tidak bertele-tele untuk memahami ide tersebut. Mereka akan perlu waktu untuk berlatih menerapkan ide secara langsung. Jika murid berada dalam tingkatan ini, maka bahan-bahan materi yang mereka gunakan dan tugas-tugas yang mereka lakukan harus bersifat mendasar dan disajikan dengan cara yang membantu mereka membangun landasan pemahaman yang kuat. Di lain waktu, ketika murid dihadapkan pada ide-ide yang telah mereka pahami atau berada di area yang menjadi kekuatan mereka, maka dibutuhkan informasi yang lebih rinci dari ide tersebut. Mereka perlu melihat bagaimana ide tersebut berhubungan dengan ide-ide lain untuk menciptakan pemikiran baru. Kondisi seperti itu membutuhkan bahan dan tugas yang lebih bersifat transformatif. 

  2. Konkret - Abstrak
    Di lain kesempatan, guru mungkin dapat mengukur kesiapan belajar murid dengan melihat apakah mereka masih di tingkatan perlu belajar secara konkret atau sudah siap bergerak mempelajari sesuatu yang lebih abstrak.

  3. Sederhana - Kompleks 
    Beberapa murid mungkin perlu bekerja dengan materi lebih sederhana dengan satu abstraksi pada satu waktu; yang lain mungkin bisa menangani kerumitan berbagai abstraksi.

  4. Terstruktur - Open Ended
    Kadang-kadang murid perlu menyelesaikan tugas yang ditata dengan cukup baik untuk mereka, di mana mereka tidak memiliki terlalu banyak keputusan untuk dibuat. Namun, di waktu lain, murid siap menjelajah dan menggunakan kreativitas mereka.

  5. Tergantung (dependent) - Mandiri (Independent)
    Walaupun pada akhirnya kita mengharapkan bahwa semua murid kita dapat belajar, berpikir dan menghasilkan pekerjaan secara mandiri, namun sama seperti tinggi badan, mungkin seorang anak akan lebih cepat bertambah tinggi daripada yang lain. Dengan kata lain, beberapa murid mungkin akan siap untuk kemandirian yang lebih awal daripada yang lain.

  6. Lambat - Cepat
    Beberapa murid dengan kemampuan yang baik dalam suatu mata pelajaran mungkin perlu bergerak cepat melalui materi yang telah ia kuasai atau sedikit menantang. Tetapi di lain waktu, murid yang sama mungkin akan membutuhkan lebih banyak waktu daripada yang lain untuk mempelajari sebuah topik.

Perlu diingat bahwa kesiapan belajar murid bukanlah tentang tingkat intelektualitas (IQ). Hal ini lebih kepada informasi tentang apakah pengetahuan atau keterampilan yang dimiliki murid saat ini, sesuai dengan keterampilan atau pengetahuan baru yang akan diajarkan.  Adapun tujuan melakukan pemetaan kebutuhan belajar murid berdasarkan tingkat kesiapan belajar adalah untuk memodifikasi tingkat kesulitan pada bahan pembelajaran, sehingga dipastikan murid terpenuhi kebutuhan belajarnya (Joseph, Thomas, Simonette & Ramsook, 2013: 29).

Perlu diingat bahwa kesiapan belajar murid bukanlah tentang tingkat intelektualitas (IQ). Hal ini lebih kepada informasi tentang apakah pengetahuan atau keterampilan yang dimiliki murid saat ini, sesuai dengan keterampilan atau pengetahuan baru yang akan diajarkan.  Adapun tujuan melakukan pemetaan kebutuhan belajar murid berdasarkan tingkat kesiapan belajar adalah untuk memodifikasi tingkat kesulitan pada bahan pembelajaran, sehingga dipastikan murid terpenuhi kebutuhan belajarnya (Joseph, Thomas, Simonette & Ramsook, 2013).

2. MINAT MURID

Kita tahu bahwa seperti juga kita orang dewasa, murid juga memiliki minat sendiri. Ada murid yang minat nya sangat besar dalam bidang seni, matematika, sains, drama, memasak, dsb.  Minat adalah salah satu motivator penting bagi murid untuk dapat ‘terlibat aktif’ dalam proses pembelajaran.Tomlinson (2001) menjelaskan bahwa mempertimbangkan minat murid dalam merancang pembelajaran memiliki tujuan diantaranya: 

  • Membantu murid menyadari bahwa ada kecocokan antara sekolah dan keinginan mereka sendiri untuk belajar;
  • Menunjukkan keterhubungan antara semua pembelajaran;
  • Menggunakan keterampilan atau ide yang familiar bagi murid sebagai jembatan untuk mempelajari ide atau keterampilan yang kurang familiar atau baru bagi mereka, dan;
  • Meningkatkan motivasi murid untuk belajar.

Sepanjang tahun, murid yang berbeda akan menunjukkan minat pada topik yang berbeda. Gagasan untuk membedakan melalui minat adalah untuk "menghubungkan" murid pada pelajaran untuk menjaga minat mereka. Dengan menjaga minat murid tetap tinggi, diharapkan dapat meningkatkan kinerja murid.

 

Jumat, 17 September 2021

KONEKSI ANTAR MATERI MODUL 3.1 PROGRAM PENDIDIKAN GURU PENGGERAK

 koneksi antar materi modul 3.1

PENGAMBILAN KEPUTUSAN SEBAGAI PEMIMPIN PEMBELAJARAN


KONEKSI ANTAR MATERI MODUL 3.1 PENGAMBILAN KEPUTUSAN SEBAGAI PEMIMPIN PEMBELAJARAN

KONEKSI ANTAR MATERI MODUL 3.1

 


DIMAS YUSUF-CGP ANGKATAN 2-KABUPATEN MALANG

SD NEGERI 1 ARGOTIRTO

 

Dalam modul 3.1 ini CGP mempelajari Teknik dan langkah dalam mengambil sebuat keputusan baik itu berupa bujukan moral maupun dilemma etika. Langkanh pengambilan keputusan ini juga sangat berhubungan dengan modul sebelumnya. Bagaimana CGP menerapkan dan menjalankan nilai dan perannya untuk menggerakkan lingkungan agar bisa saling memahami untuk Berkolaborasi dalam menuntun murid menuju pelajar Pancasila dengan langkah nyata melalui pembelajaran yang berpihak pada anak dan dapat mengambil keputusan dengan dasar dan langkah benar dan tepat untuk semua.               

 Pandangan dari Ki Hajar Dewantara tentang Pendidikan yang diungkapkan dengan semboyan – semboyan  memiliki pengaruh terhadap bagaiamana pengambilan sebuah keputusan sebagai seorang pemimpin pembelajaran yang diambil. Semboyan yang digagas oleh Ki Hajar Dewantara yang terkenal  dengan semboyan “ing ngarso sung toladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani”  yang artinya di depan memberi teladan, di tengah membangun motivasi/dorongan, dan di belakang memberi dukungan.Berdasarkan hal tersebut, maka guru sebagai pemimpin pembelajaran sudah sepatutunya menerapkan pengambilan keputusan yang berpihak pada murid, dengan menerapkan 4 paradigma, 3 prinsip, dan 9 langkah pengambilan keputusan.

                Nilai filosofis KHD yang tertanam dalam diri kita, berpengaruh terhadap prinsip-prinsip yang kita ambil dalam pengambilan keputusan. Pada prosesnya akan “menuntun” anak untuk diberi kebebasan  namun guru juga sebagai pamong dalam memberi tuntunan dan arahan agar anak tidak kehilangan arah dan membahayakan dirinya. Seorang pamong dapat memberikan tuntunan  agar anak menemukan kemerdekaan yang akan berdampak sebagai efek dari keputusan yang tepat dan bertanggung jawab. Guru sebagai pemimpin pembelajaran tentu pernah mengalam dilema etika atau bujukan moral pada sebuah keputusan yang diambil saat menangani kasus murid  atau rekan sejawat  komunitas di sekolah, dengan mempertimbangan nilai benar vs benar (situasi yang terjadi ketika seseorang harus memilih antara dua pilihan diamana dua pilihan itu secara moral benar tetapi bertentangan), benar vs salah (seseorang membuat keputusan antara benar atau salah)

                Proses belajar terbimbing yang kita lakukan pada materi pengambilan keputusan berkaitan dengan kegiatan coaching (bimbingan) yang diberikan pendamping dalam proses pembelajaran kita, terutama dalam pengujian pengambilan keputusan tersebut. Hal-hal ini bisa dibantu oelh sesi coaching yang telah dibahas pada modul 2 sebelumnya. Modul 2 Pendidikan Guru Penggerak, pada sub 2.3 CGP diberikan materi tentang coaching. Coaching ini berbeda dengan mentoring dan konsul. Pada coaching memang coachee yang mencari jalan keluar dari masalah yang mereka hadapi ini. coach hanya sebagai orang yang membimbing coachee untuk mencari jalan keluarnya. Pada kegiatan coaching yang CGP lakukan kepada peserta didik di sekolah, coachee sudah bisa menentukan jalan keluar sendiri terhadap masalah mereka. Sudah 100 persen siswa di kelas yang dicoaching dan hasilnya luar biasa. Guru sebagai Coach banyak merombak cara belajar agar sesuai dengan keinginan siswa. CGP disini belajar bagaimana menerima kekurangan dan menjadi guru yang lebih baik ke depan. Setelah kegiatan coaching hubungan antara guru dan siswa menjadi lebih dekat. Dampaknya materi yang diberikan guru lebih cepat sampai ke pada siswa. Guru dan siswa bersama sama membangun disiplin positif atas kesadaran dari dalam diri dengan kesepakatan yang dibuat bersama.

                Pada alur eksplorasi konsep modul 3.1  CGP mempelajari studi kasus yang fokus pada masalah moral dan etika. Seorang pendidik harus bisa melihat bagaimana situasi tersebut apakah merupakan dilema etika atau merupakan bujukan moral. Nilai-nilai yang yang akan diambil pun merupakan nilai yang merupakan proses kegiatan di mana titik temunya adalah sebagai pemimpin pembelajaran tetap dengan berbagai cara akan menuntun siswa tersebut ke arah yang lebih baik dalam pengambilan keputusan. Keputusan yang diambil merupakan keputusan yang terbaik.

                Dilema etika merupakan situasi yang membutuhkan proses pengambilan keputusan yang benar benar harus mempertimbangkan banyak hal.

           Adapun hal yang perlu diperhatikan  sebelum mengambil sebuah keputusan dalam dilema etika adalah  4 paradigma, 3 prinsip, dan 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan

1.       Individu lawan masyarakat (individual vs community)

2.       Rasa keadilan lawan rasa kasihan (justice vs mercy)

3.       Kebenaran lawan kesetiaan (truth vs loyalty)

4.       Jangka pendek lawan jangka panjang (short term vs long term)

                Selain itu ada tiga prinsip yang yang membantu menghadapi pilihan yang penuh tantangan (Kidder ,2009, hal 144) ketiga prinsip itu adalah

1.       Berpikir berbasis hasil akhir (ends-based thinking)

2.       Berpikir berbasis peraturan (rule base thinking)

3.       Berpikir berbasis rasa peduli (care base thinking)

                Cara mengujinya adalah  dengan menerapkan 9 langkah yang telah disusun secara berurutan yaitu :

1.       Mengenali ada nilai-nilaia yang saling bertentangan dalam situasi ini

2.       Menentukan siapa yang terlibat dalam situasi ini

3.       Kumpulkan fakta-fakta yang relevan dalam situasi ini

4.       Pengujian benar atau salah (Uji legal, Uji Regulasi/Standar Profesiaonal, Uji intuisi, Uji halaman Depan Koran, Uji Panutan/Idola )

5.       Pengujian paradigm benar atau salah

6.       Prinsip pengambilan keputusan

7.       Investigasi Opsi Trilema

8.       Buat keputusan

9.       Tinjau lagi keputusan dan refleksikan

Sebagai seorang pendidik saya merasa materi dari program Pendidikan guru penggerak sangat dibutuhkan dalam dunia Pendidikan dan dalam  modul 3.1 contohnya kita sering menemukan dilema namun kita belum bisa membuat sebuah keputusan dengan baik, terutama saat menemukan permasalahan belajar pada siswa, dengan semua materi yang telah dipelajari dari modul pendidik sudah seharusnya memberikan keputusan yang bersifat positif, membuat siswa merasa nyaman, dan tenang. Semuanya dilakukan untuk memerdekakan siswa dalam mencapai keselamatan dan kebahagiaan belajar dan menuntun mereka menuju profil pelajar Pancasila.

Modul 3.1 Pengambilan Keputusan Sebagai Pemimpin Pembelajaran dengan modul-modul yang telah dipelajari sebelumnya merupakan suatu tidak terpisahkan untuk mencapai kemerdekaan dalam belajar pada murid, Ki Hajar Dewantara dalam menuntut segala proses dan kodrat/potensi anak untuk mencapai sebuah keselamatan dan kebahagiaan belajar, baik untuk dirinya  sendiri, sekolah maupun masyarakat. Selain itu juga dimana proses pembelajaran di seorang pendidik harus bisa melihat kebutuhan belajar pada anak serta mengelolah kompertensi social emosional dalam mengambil sebuah keputusan sebagai pemimpin pembelajaran. Pendekatan coaching juga merupakan salah satu pendekatan yang  membantu siswa dalam mencari solusi atas masalahnya sendiri dan hal inilah yang merupakan salah satu trik sebagai seorang pendidik bisa mengetahui permasalahan yang dialami oleh siswa lewat pertanyaan-pemantik saat coaching. Sebagai seorang guru penggerak juga harus mengetahui permasalahan yang dialami oleh rekan sejawat dalam proses pembelajaran dan coahing dapat menemukan jawaban atas setiap pertanyaan untuk menemukan solusi maka terciptalah budaya postif pada lingkungan belajar di sekolah dan komunitas praktisi. Para pendidik yang mampu membuat keputusan sebagai pemimpin pembelajaran merupakan cita-cita guru masa depan, dan proses pengambilan keptusan dilema etika dengan memperhatikan 4 paradigma, 3 prinsip dan 9 langkah pengujian.